A. Kerajaan
Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan Kerajaan Sailolof.
Pembahasan
mengenai 4 (Empat) kerjaan Islam di Papua tersebut karena sumber-sumber yang
kami baca dan pelajari bahwa keempat kerajaan Islam tersebut merupakan adalah :
1. Merupakan
wilayah kekuasaan kerjaan-kerajaan Islam dari Maluku
2. Merupakan
kerajaan-kerajaan yang memperoleh pengaruh dari kerajaan-kerajaan yang berada
di Maluku.
Penjelasan tentang keempat kerajaan
tersebut kami temui secara kolektif tanpa terpisah-pisah atau dibahas
satu-persatu, baik latar belakang lahirnya setiap kerajaan tersebut maupun
proses keislamannya.
1. Latar
Belakang Lahirnya Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan
Kerajaan Sailolof.
Sejak
abad ke-16, selain di Kepulauan Raja Ampat yang termasuk wilayah kekuasaan
SultanBacan dan Sultan Ternate, kawasan lain di Papua
yaitu daerah pesisir Papua dari pulau Biak (serta daerah sebaran orang Biak)
sampai Mimika merupakan bagian dari wilayah mandala Kesultanan Tidore, sebuah
kerajaan besar yang berdekatan dengan wilayah Papua. Tidore menganut adat
Uli-Siwa (Persekutuan Sembilan), sehingga propinsi-propinsi Tidore seperti
Biak, Fakfak dan sebagainya juga dibagi dalam sembilan distrik (pertuanan).
Berdasarkan
sejarah, di Kepulauan Raja Ampat terdapat empat kerajaan tradisional,
masing-masing adalah kerajaan Waigeo, dengan pusat kekuasaannya di Wewayai,
pulau Waigeo; kerajaan Salawati, dengan pusat kekuasaan di Samate, pulau Salawati
Utara; kerajaan Sailolof dengan pusat kekuasaan di Sailolof, pulau Salawati
Selatan, dan kerajaan Misool, dengan pusat kekuasaan di Lilinta, pulau Misol.
Penguasa Kerajaan Lilinta/Misol (sejak abad ke-16 bawahan kerajaan Bacan).
2. Proses
Masuknya Islam di Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan
Kerajaan Sailolof.
Islamisasi di Papua, khususnya di
Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur
oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap
di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah
ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan
dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian
penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Islam di Papua berasal dari Bacan.
Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan
syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama
kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521.
Pada masa ini Bacan telah menguasai
suku-suku di Papua serta pulaupulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo,
Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya
hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau
kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama Islam,
sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.
Secara
geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan
Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara
dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku
Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua
alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik
di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama
menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan
atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya
historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan
Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan
Semenajung Onim Fakfak.
Di
Kepulauan Raja Empat sendiri terdapat beberapa Distrik Kerajaan-Kerajaan Islam
yaitu :
a. Kerajaan
Namatota
Dari
silsilah Raja Namatota diketahui bahwa Raja Namatota pertama yakni Ulan Tua,
telah memeluk Islam hingga sekarang diketahui merupakan generasi kelima.
Lamarora merupakan raja kedua kerajaan Namatota diperkirakan hidup pada tahun
1778-1884. Raja Lamarora selanjutnya datang ke daerah Kokas dan disana beliau
telah menyebarkan agama Islam dan kawin dengan perempuan bernama Kofiah Batta,
selanjutnya pasangan ini merupakan cikal-bakal Raja-raja Wertuar. Salah seorang
Raja Wertual (Kokas) bernama M. Rumandeng al-Amin Umar Sekar 1934, dengan gigih
pernah menentang pemerintah Belanda dengan tidak mau menyetor uang tambang
minyak kepada mereka. Akibatnya dia dipenjara di Hollandia (Jayapura) sebelum
kemudian dibebaskan.
b. Kerajaan
Komisi
Seorang
Putera Mahkota Raja Komisi bernama Hakim Achmad Aituararauw .menyebutkan bahwa
kerajaan Islam pertama didirikan di Pulau Adi pada tahun 1626 dengan nama Eraam
Moon, yang diambil dari bahasa Adi Jaya yang artinya “Tanah Haram”. Raja
pertamanya bernama Woran. Namun jauh sebelumnya pada abad ke XV (1460-1541)
penguasa pertama di pulau Adi, Ade Aria Way, telah menerima Islam yang dibawa
oleh Syarif Muaz yang mendapat gelar Syekh Jubah Biru, yang menyebarkan Islam
di utara dan kawasan itu. Namun sambutan positif lebih banyak diterima di pulau
Adi dalam hal ini di daerah kekuasaan Ade Aria Way. Setelah masuk Islam Ade
Aria Way berganti nama menjadi Samai. Kemudian Samai mencatat bahwa pada tahun
1760 Ndovin yang merupakan generasi kelima dari Samai mendirikan kerajaan
Kaimana dan bertahta di sana dengan gelar Rat Umis As Tuararauw yang kemudian
dikenal dengan nama Raja Komisi
c. Kerajaan
Fatagar
Keterangan
yang diperoleh dari Raja Fatagar, Arpobi Uswanas 1997, menceritakan bahwa
Fatagar I yaitu Tewal, diperkirakan hidup pada tahun 1724-1814. Raja Tewal
bertahta di daerah Tubir Seram, yang hijrah dari Rumbati (daerah Was). Pada
saat kerajaan Fatagar masih di Rumbati, disana Islam sudah ada dan berkembang
dengan ditemukannya puing-puing bekas reruntuhan masjid. Itu berarti Islam
sudah masuk di daerah Rumbati sebelum tahun 1724. Sementara itu, berdasarkan
keterangan Raja Rumbati ke 16, H. Ibrahim Bauw 1986, bahwa Islam masuk di Was
pada tahun 1506 melalui perang besar antara Armada Kesultanan Tidore yang dipimpin
Arfan dengan Kerajaan Rumbati.
d. Kerajaan
Ati-Ati
Di
Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja yang
berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk
dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut mendirikan mesjid
dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama
Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada
umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun
sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati
adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9.
e. Kerajaan
Rumbati
Salah
satu raja mantan raja dari kerajaan Rumbati adalah Patipi. Beliau sudah
memerintah sejak lama. Beliau dikenal karena keinginannya memperkenalkan dan
membawa Islam kepada orang-orang disekitarnya. Keberadaan dinasti raja ini
adalah dinasti kedua yang mana pernah memerintah di Patipi
f. Kerajaan
Pattipi
Masuknya
Islam di Papua, khususnya di Teluk Patipi, memiliki keterkaitan dengan masuknya
agama Islam di Papua. Masuknya Islam di tanah Papua terdiri dari tujuh versi,
yaitu versi orang Papua, Aceh, Arab, Jawa, Banda, Bacan, serta versi Tidore dan
Ternate. Masing masing dengan argumentasinya yang berbeda-beda. Menurut orang
asli Papua Fakfak, yang masih kuat dengan adat dan legendanya, Islam bukan
dibawa dan disebarkan oleh Kerajaan Tidore, Arab, Jawa, atau Sulawesi. Akan
tetapi, Islam sudah berada di Pulau Papua sejak pulau ini diciptakan oleh
Tuhan.
g. Kerajaan
Sekar
Informasi
atau tentang situs-situs khusus Kerajaan Sekar sulit diperoleh, namun dapat
diyakini bahwa Kerajaan Sekar merupakan salah satu kerajaan dari 9 kerajaan
Islam yang berada di Kepulauan Raja Empat.
h. KerajaanWertuar
Raja
Wetuar ke X yakni Musa Haremba, bahwa Raja pertama Wertuar adalah Vijao.
Penduduk meyakini bahwa asal muasal Raja Vijao ini dari cahaya, sedang Raja
kedua bernama Ukir. Selanjutnya Raja ketiga bernama Winey yang beristrikan Boko
Kopao dari Namatoria. Dari susunan Raja-raja Wertuar, yang dilantik Sultan
Tidore adalah Raja ketujuh yakni Lakate pada tahun 1886. Namun pendapat lain
mengatakan bahwa yang dilantik adalah Raja Wertuar keenam, yakni Sanempe.
Hubungan Lakate dengan Sanempe adalah hubungan saudara dan bukan hubungan bapak
anak, yang berarti mereka hidup dalam satu zaman. • Terlepas dari siapa yang
dilantik dari kedua raja tersebut, kedua sumber tadi menjelaskan bahwa Raja
Wertuar tersebut dilantik oleh Sultan Tidore yang bernama Muhammamd taher
Alting pada tahun 1886 di Karek, Sekar Lama. Turut hadir dalam peristiwa
pelantikan adalah Raja Rumbati, Abdul Jalil, dan Raja Misool Abdul Majid.
i. Kerajaan
Arguni.
Di
Semenanjung Onin terdapat tiga kerajaan tradisional, yaitu kerajaan Rumbati, kerajaan Fatagar, dankerajaan Atiati.
Di samping tiga kerajaan tersebut di atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada mulanya berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil memperoleh pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awai pax neerlandica (1898).
Di samping tiga kerajaan tersebut di atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada mulanya berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil memperoleh pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awai pax neerlandica (1898).
4. Kerajaan
Arguni.
Seperti halnya Kerajaan Sekar,
informasi ataupun data lengkap dari kerajaan ini sulit ditemukan.
3. Pengaruh
Islam pada Masa Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati dan
Kerajaan Sailolof.
Pengaruh
Agama Islam Dalam Kehidupan Potret suasana keagamaan di daerah Papua sangat
unik, karena di satu sisi agama Islam telah merupakan ”agama resmi” bagi
kerajaan-kerajaan di kepulauan Raja Ampat, Semenanjung Onin dan di daerah
Kowiai (Kaimana). Hal ini ditandai dengan raja dan keluarganya telah memeluk
agama Islam, serta adanya institusi resmi yang berkaitan pengaturan kehidupan
masyarakat. Pengaruh raja umumnya sangat besar dalam membantu tersebarnya Islam
di daerah ini. Akan tetapi di sisi lain tampak pengamalan ajaran Islam sebagian
penduduk Papua masih kurang mendalam sehingga terjadi keadaan yang
kontradiktif. Diterimanya Islam sebagai agama dan jalan hidup masyarakat Papua,
maka pranata-pranata kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru. Keadaan ini
terjadi karena penerimaan mereka kepada Islam sebagai agama, tidak terlalu
banyak mengubah nilai-nilai, kaidah-kaidah kemasyarakatan dan kebudayaan yang
telah ada sebelumnya. Apa yang dibawa oleh Islam pada mulanya datangnya,
hanyalah urusan-uruasan ‘ubudiyah (ibadat) dan tidak mengubah lembaga-lembaga
dalam kehidupan masyarakat yang ada. Islam mengisi sesuatu dari aspek kultural
mereka, karena sasaran utama dari pada penyebaran awal Islam hanya tertuju kepada
soal iman dan kebenaran tauhid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar